Dulu saya adalah wanita bekerja, berangkat kantor pagi sekali dan pulang ketika hari mulai gelap. Di rumah pun saya masih kerap mengecek pekerjaan. Stress-relief saya adalah ngobrol dengan anak-anak dan hobi saya: membaca, mengurus tanaman dan menata rumah.
Baca juga, Sembuhkan Orang Sakit Melalui Desain? Ini Rahasianya
Dokter tersebut menyarankan saya untuk memeriksakan diri ke ahli autoimun. Dari sanalah akhirnya saya didiagnosa autoimun jenis Sjorgen Syndrome yang mengakibatkan mata kering. Di tengah upaya pengobatan, pandemi melanda. Saya yang saat itu tidak bekerja, tidak kunjung mendapat pekerjaan dan terpaksa harus tinggal di rumah. Situasi sangat tidak terduga dan sangat tidak mengenakkan karena saya sakit & jobless.
Upaya terbaik yang bisa saya lakukan adalah ‘memaksa’ diri untuk melihat sisi-sisi positif dari keharusan tinggal di rumah, untuk mensyukuri banyaknya waktu dengan anak-anak dan melakukan hobi yang ternyata juga adalah waktu untuk refleksi diri.
Baca juga, Apresiasi Hari Ibu, Simak Cerita Arsitek Mendunia Ini!
Melihat anak-anak beranjak dewasa, melihat tanaman tumbuh segar dan sehat, atau mendengar suara gemericik air ketika menyiram tanaman, ternyata tak hanya bikin rileks dan menenangkan, aktifitas-aktifitas tersebut juga menyegarkan dan mampu memperbarui jiwa saya kembali.
Jiwa yang ‘terbarui’ membantu saya melihat banyak hal dengan ‘kacamata baru’, membuat saya mengerti bahwa kita perlu memaknai hal-hal sederhana di luar fungsi dan rutinitas, termasuk ketika kita memaknai rumah. Bahwa rumah tak hanya sekadar tempat beristirahat, untuk makan dan tidur, lebih dari itu rumah adalah tempat menenangkan diri dari hiruk-pikuk di luar, tempat yang dapat menyembuhkan dan memperbarui jiwa dan raga.