Berangkat dari rasa kepedulian akan sustainability dan kesehatan bumi, acara Living Beauty ini diselenggarakan oleh Sandei, Coulisse INK, dan YWCAN dengan berbagai nara sumber dari berbagai profesi. Webinar ini diselenggarakan lintas kota, bahkan negara, yaitu dari Jakarta, Kalimantan, Belanda, dan Singapura.






Bertemakan “Fostering the Potential to Create a Planet that Provides a Home for All Life”, acara ini mengundang nara sumber Laura Nijhuis dan Eva Jongejan dari Coulisse, Tijmen Sissing dari Trashpacker, Herkulanus Sutomo dan Kynan dari Sungai Utik, serta Chitra Subiyakto sebagai sosok yang sangat peduli akan lingkungan di balik brand fashion ikonisnya yaitu Sejauh Mata Memandang.




Di awal webinar, Jenfilia Suwandrei Arifin selaku Direktur PT Sandimas Intimitra dan INK menceritakan bahwa setiap produksi dari koleksi Sandei dan Coulisse hampir bisa dinyatakan zero waste. Namun kata “hampir” itu belumlah cukup. Maka dari itu, “limbah” atau kain sisa sengaja mereka kumpulkan dan dijadikan sebagai Upcycle Projects.



Perusahaan ini melibatkan 19 desainer dari berbagai profesi (desainer interior, desainer fashion, arsitek, lighting designer, dll). Ke-19 desainer ini diajak untuk berkreasi dari “limbah” kain yang dikirimkan oleh Sandei dan Coulisse berupa Upcycle Home Kits.




Acara dilanjutkan oleh Laura Nijhuis dan Eva Jongejan dari Coulisse, Belanda yang mempresentasikan koleksi yang terbaru. Direncanakan akan tersedia di Jakarta pada akhir tahun 2021. Koleksi Coulisse yang terbaru merupakan produk recycled dan menggunakan sistem pembuatan yang ramah lingkungan.




Produknya antara lain Salamanca (hadir dalam 6 warna), Prato (5 warna), Re-essential screen (7 warna). Ada juga seri Textures recycled: Wembley (5 colours), valley (7 colours), Marseille (5 colours), versaille (5 colours), antibes (5 colours) narbonne (5 colours). Dan yang terakhir seri Nature: Bhutan (5 colours), Dakar (4 colours), Tibet (6 colours)



Nara sumber ketiga adalah Tijmen Sissing, seorang traveler yang sudah berkeliling dunia membersihkan sampah. Rasa cintanya kepada Asia, menggerakan hatinya untuk membersihkan sampah dan menghidupkan kembali alam yang asri. Dalam presentasinya, ia telah mengajak masyarakat dari Malaysia, Indonesia, Filipina, Jepang, bahkan Swedia dan Kanada untuk berpartisipasi membersihkan sampah dalam 1 hari.




Di awal ceritanya, Tijmen memperlihatkan sebuah video yang cukup menyentuh, yaitu scene membedah burung mati akibat korban memakan plastik. Terlihat sepele, namun sebetulnya ini adalah contoh kecil yang berdampak luar biasa. Plastik sudah memberikan kontribusi terburuk no 5 yang membuat dunia ini “sakit”.






Mencintai alam juga diceritakan oleh Herkulanus Sutomo dan Kynan dari Sungai Utik. Mereka mewakili masyarakat adat Dayak Sungai Utik yang begitu menghormati bumi dan alam semesta. Sungai Utik, Kalimantan mendapat SK dari Kementrian Hidup tentang hutan adat. Mereka sempat mengalami cobaan akan Kesehatan alam di sana, tapi mereka terus mempertahankannya.



Bagi mereka, hutan selayaknya seorang bapak yang memberikan banyak sumber kehidupan. Begitu pula, mereka menghargai tanah sebagai ibu yang selalu setia menemani dan memberikan asupan gizi. Segala sesuatu tumbuh di tanah pasti menjadi berharga.




Dan yang terakhir adalah air. Air ibarat sebagai darah. “Kalau darak kita rusak, kita akan sakit. Sama halnya air di hutan yang tidak boleh tercemar”. Sungai Utik sangat menjaga wilayah dan komunitas secara gotong royong dan secara adat tradisi.


Yang perlu diperhatikan adalah bahwa era globalisasi membuat orang-orang merasa tidak percaya diri bahwa betapa cantiknya alam di kawasan mereka. Untuk itu, seluruh bangsa Indonesia harus turut melestarikannya.




Nara sumber terakhir adalah Chitra Subiyakto dari Sejauh Mata Memandang juga mengisi webinar kali ini dan berbagi cerita tentang produk fashion-nya yang ramah lingkungan. Koleksi terbarunya yang diluncurkan di Jakarta Fashion Week bertajuk Sejauh Daur. Sejauh Daur menggunakan bahan 30% recycled, 40% upcycled, 30% organic.

Ia ingin mengembangkan circular fashion atau penggunaan barang limbah sebagai material awal; yang kemudian dijadikan sebagai produk, berakhir sebagai sampah yang akan diolah lagi, dan terus berputar seperti itu.




Sejauh mata memandang akan membuat dropbox untuk limbah kain pada tahun 2021. Dropbox ini bisa diisi handuk dan baju yang sudah usang dan tidak terpakai lagi. Dropbox ini tercetuskan karena kekhawatiran akan kesehatan bumi. Akibatnya sangat besar, karena pakaian itu menyumbang polusi dan sampah.



Jika pakaian dibuang di TPA, limbah itu bisa beracun. Bahkan jika terbuang ke laut, pakaian dan bahan kimia di dalamnya bisa dimakan oleh ikan; setelah itu, kita mengosumsi ikan tersebut. Efek panjang ini yang belum terpikirkan oleh semua orang. Kata Chitra, kita hanya punya waktu 10 tahun untuk menyelamatkan bumi. Bahkan, pemerintah di Jawa Barat menyatakan bahwa air bersih di Jawa Barat akan habis di tahun 2045.


Pesan terakhir adalah, semua masyarakat dan semua profesi harus bergandengan tangan untuk berkarya dan membuat sesuatu dari recycled material. Memang tidak mudah, namun tiap langkah kecil memiliki pengaruh yang sangat besar. Pelan-pelan akan ada harapan!


Sumber foto: Coulisse, David Metcalf, Sejauh Mata Memandang, Trashpacker