Tim CASA Indonesia berkesempatan mewawancarai pendiri firma arsitektur SUB, Wiyoga Nurdiansyah dan Muhammad Sagitha.

Duo arsitek ini memang belum lama berkiprah di dunia arsitektur, namun karya-karyanya sudah banyak menorehkan bermacam prestasi nasional maupun internasional. Diantaranya penghargaan utama pada IAI Award 2015 dan diundang menjadi pembicara pada konferensi Datum di Malaysia.

Karir mereka bermula ketika tahun 2009, proyek pertamanya yaitu, D-minution House di ulas oleh portal arsitektur internasional Archdaily, yang saat itu belum banyak karya arsitek Indonesia dipublikasi.



Seiring waktu SUB pun mulai menujukkan jati diri sebagai firma arsitektur yang mumpuni dan berpotensi membawa arsitektur Indonesia ke ranah global.


Bagaimana awalnya SUB ini terbentuk?

Yoga (Y): Sejak semasa kuliah arsitektur di Universitas Parahyangan sebenarnya sudah sering mengerjakan proyek skala kecil berdua. Setelah lulus, Agit bekerja di Singapura dan saya di Jakarta. Akhirnya berbekal pengalaman yang cukup kami berdua memutuskan untuk membentuk firma arsitektur sendiri, targetnya sebelum usia 30 tahun.

Agit (A): Ya, sejak kuliah karena mungkin visi dan cara bekerjanya cocok, secara alamiah kami komitmen mendirikan SUB. Nama firma ini juga tidak ada arti yang spesifik, hanya saja dari sejak kuliah nama SUB selalu dipakai sebagai nama tim. Resminya pada tahun 2009, SUB bermula launching dari website dan mulai untuk publikasi karya di portal internasional.


Karakteristik desain dari SUB seperti apa?

A: Masih sangat dini menyebut identitas desain SUB seperti apa, karena kami akan terus berkembang. Kami berusaha untuk terus menghasilkan karya arsitektur yang baik dan berkualitas. Proses kami ketika mendesain selalu didasarkan pada konteks baik lingkungan maupun penghuninya sehingga hasil karya SUB berbeda-beda.

Y: Kalau berbicara karakter, SUB mungkin konsisten dalam pemilihan material. Kami menyukai material yang jujur apa adanya, tidak banyak di make-up. Misal material kayu dan beton dengan tampilan unfinished.





Hal-hal apa saja dari rekan Anda yang mempengaruhi karakter masing-masing?

A: Karakter kami cukup berbeda. Jadi setiap ada diskusi, kami melengkapi kekurangan masing-masing. Yoga orangnya lebih general dalam setiap hal, sedangkan saya orangnya lebih detail. 

Y: Saat bekerja, ketika saya mencetuskan ide desain kadang cukup ekstrim, nah untuk teknis detailnya apakah mungkin terbangun, Agit yang berperan disitu. Menurut saya kalau karakter kami sama, mungkin jadi tidak akur dan hasil desainnya jadi buruk. 


Proyek apa yang paling berkesan bagi Anda?

A: Proyek Rumah Swadaya. Selain klien membebaskan kami untuk mendesain, rumah ini juga meraih penghargaan utama dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dalam ajang IAI Award tahun 2015 lalu. Bagi kami ini karya yang membanggakan.


Sumber foto: Eddy Sofyan (Dok. CASA Indonesia), Dok. SUB